350.org menyatakan kekecewaan atas target iklim baru Indonesia Second (Nationally Determined Contribution) (SNDC) atau rencana aksi iklim nasional karena menetapkan target pengurangan emisi dan energi terbarukan yang sangat rendah sambil tidak memiliki rencana yang jelas untuk menghentikan bahan bakar fosil.
Kelompok tersebut juga menyayangkan kurangnya partisipasi publik yang sejati, terlihat dalam fakta bahwa pemerintah Indonesia mengadakan “konsultasi publik” dengan organisasi masyarakat sipil pada 23 Oktober, hari yang sama ketika secara resmi mengirimkan SNDC barunya ke sekretariat UNFCCC.
Poin utama:
- Tentang target pengurangan emisi – Berdasarkan skenario pemerintah Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi sedang hingga tinggi, emisi akan mencapai puncaknya pada tahun 2030 pada tingkat yang 8 – 17,5% lebih rendah dari yang diproyeksikan sebelumnya, dan akan menurun pada tahun 2035.
- Tentang target energi terbarukan – Proyeksi pangsa energi terbarukan dalam bauran pasokan energi adalah 19% – 23% pada tahun 2030, mencerminkan kegagalan untuk memenuhi komitmen melipatgandakan energi terbarukan pada tahun yang sama
- Perluasan program biofuel dan Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (pengimbangan karbon)
Sisilia Nurmala Dewi, Pemimpin Tim 350.org Indonesia mengatakan:
“Target iklim Indonesia sangat mengecewakan, gagal memenuhi pernyataan publik ambisius Presiden Prabowo Subianto selama setahun terakhir tentang pencapaian 100% energi terbarukan dalam 10 tahun dan penghentian batubara dalam 15 tahun. Kesenjangan mencolok antara retorika presiden dan kebijakan resmi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kesungguhan dan komitmen pemerintah terhadap aksi iklim. Target energi terbarukan Indonesia yang direvisi hanya 19 – 23% pada tahun 2030 secara langsung bertentangan dengan komitmen G20-nya untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan, yang memerlukan setidaknya 40% energi terbarukan dalam bauran energi pada tahun yang sama.
NDC Indonesia yang diperbarui tidak memiliki elemen-elemen kritis untuk transisi energi yang efektif. Tidak ada rencana untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara atau strategi penghentian bahan bakar fosil. Selain itu, target emisinya yang tidak ambisius didasarkan pada asumsi yang keliru bahwa pertumbuhan ekonomi selalu beriringan dengan peningkatan emisi, mengabaikan bukti bahwa transisi energi yang berkeadilan justru dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sambil memotong emisi.
Strategi Net Zero 2060 Indonesia yang mengandalkan sektor FOLU juga memprihatinkan. Ia merupakan kedok dari penolakan sektor energi untuk beralih dengan cepat dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Padahal Laporan Mitigasi IPCC AR6 sangat tegas: meskipun sektor AFOLU menawarkan potensi mitigasi jangka pendek yang signifikan dengan biaya yang relatif rendah, sektor ini tidak dapat mengkompensasi penundaan pengurangan emisi dari sektor lain. Pemerintah harus bertindak sekarang untuk mengakhiri bahan bakar fosil di sektor energi—bukan bersembunyi di balik hutan kita.
Kami menyesali proses rencana aksi iklim Indonesia yang dikembangkan tanpa partisipasi publik yang bermakna atau transparansi. Masyarakat sipil tidak memiliki jalur yang jelas untuk mempengaruhi keputusan yang dibuat– situasi yang akan melanggengkan ketidakadilan yang nyata bagi komunitas rentan terdampak paling besar dari aksi iklim yang tidak memadai ini.”
Kontak:
Sisilia Nurmala Dewi, Indonesia Team Leader, 350.org, [email protected]