Jakarta, Kamis 19 Oktober 2023 – “Ketidakpastian penanganan krisis iklim dan transisi energi semakin kuat menjelang pilpres 2024 ini,” ujar Koordinator Climate Rangers Jakarta Ginanjar Ariyasuta, “Pasalnya, tidak ada satupun calon presiden yang memiliki komitmen kuat terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi.”

Orang muda, menurut Ginanjar, mulai muak dengan tingkah laku elite yang berbicara tentang kepentingan mereka sendiri yang tercerabut dari akar persoalan rakyat. “Krisis iklim dan transisi energi adalah persoalan yang menyangkut hajat hidup rakyat, tapi mereka nampak cuek saja,” tegasnya, “Terkait dengan itulah, orang-orang muda berencana menggelar aksi serentak di berbagai kota di Indonesia untuk mendesak capres-capres memiliki komitmen yang serius terkait penanganan krisis iklim dan transisi energi.”

Gerakan Power Up ini, lanjut Ginanjar, merupakan bagian dari gerakan masyarakat sipil internasional yang mendesak elite politik membuat kebijakan serius meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi terbarukan berbasis komunitas.

Keengganan elite politik dalam berkomitmen secara lebih serius terhadap penanganan krisis iklim dan transisi energi terkait erat dengan aliran dana kampanye dari industri fosil (migas dan batu bara). Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira konflik kepentingan yang menghasilkan kebijakan penghambat transisi energi bermula dari belum transparannya dana kampanye para kandidat pemilu. “Hasil studi CELIOS menunjukkan sebanyak 89% pemilih berusia muda menginginkan adanya percepatan penutupan PLTU batubara, dan sebanyak 60% menginginkan agar energi terbarukan semakin mendominasi dalam bauran energi nasional.”

Tapi desakan dari generasi muda seringkali diabaikan, kalah dengan kepentingan pelaku usaha di sektor fossil yang mendanai para kandidat pemilu. “Dana-dana gelap energi kotor sebagian sulit dilacak. Alhasil pemilih muda seringkali hanya dijadikan target suara, sementara tidak diakomodir aspirasinya dalam bentuk program aksi yang nyata oleh para kandidat elektoral. Kampanye terkait transisi energi misalnya hanya senyap terdengar dalam berbagai kesempatan penampilan para Capres dan Caleg di publik.” kata Bhima.

Menurut Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), suara generasi muda akan menjadi sangat relevan, terlebih di Pemilu 2024 nanti. “Terpantau kira-kira 52% dari total suara yang menentukan nantinya adalah milik orang muda. Sehingga, seharusnya Pemilu 2024 menjadi gerbang terwujudnya mimpi dari suara-suara yang menentukan, termasuk pun tentang aspek lingkungan hidup. Percuma saja setiap harinya mengampanyekan kedekatan dengan anak-anak muda, percuma saja setiap harinya berlomba-lomba merebut suara anak-anak muda, tapi tidak berhasil merancang program-program ataupun berpihak pada isu lingkungan hidup yang akan berdampak banyak bagi masa depan anak-anak muda.

Co-Inisiator Bijak Memilih Andhyta Firselly Utami mengungkapkan pentingnya memiliki kerangka yang tepat dalam menilai dan memilih partai maupun calon presiden yang akan mendorong kebijakan sesuai harapan kita. “Sebagai seseorang yang sudah bekerja di isu ekonomi dan lingkungan dalam 10 tahun terakhir, saya melihat bahwa kita memasuki momentum baru, di mana diskusinya sudah harus naik kelas dari ‘apakah perlu mengambil langkah serius’ (jawabannya sangat perlu) menjadi ‘bagaimana mendesain solusi yang tepat dan sesuai untuk menyelesaikan tantangan ini dalam konteks Indonesia.” Capres harus berkompetisi dalam rencana siapa yang paling baik.

“Melalui inisiatif Bijak Memilih, kami bertujuan agar masyarakat, khususnya pemilih muda dengan persentase suara terbanyak, dapat membuat pilihan yang didasarkan oleh kerangka berpikir yang tepat dan informasi yang berkualitas, bukan hanya sekedar viralitas.” tambah Andhyta Firselly Utami.

Sementara itu, Campaigner 350 Indonesia Suriadi Darmoko mengungkapkan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak komitmen untuk melakukan aksi iklim. “ada banyak pekerjaan rumah bagi Presiden terpilih terutama untuk melakukan aksi iklim secara cepat dan berkeadilan melalui transisi energi dan meningkatkan bauran energi terbarukan di dalam bauran energi nasional. Terobosan yang ditawarkan para bakal calon presiden untuk mencapai target-target transisi energi sangat penting untuk kita diketahui karena saat ini kita belum melihat bagaimana komitmen-komitmen yang sudah ada akan dikerjakan. Misal, kerangka kebijakan apa yang akan dibangun untuk mengakselerasi transisi energi ? bagaimana pelibatan masyarakat dalam transisi energi ? dan banyak pertanyaan lain yang mesti dijawab oleh para bakal calon yang sekaligus harus dikerjakan kelak ketika terpilih”,

Media contact: 

Ginanjar Ariyasuta, Koordinator Climate Rengers Jakarta, +62 85156568359

Rekaman Diskusi:
https://www.youtube.com/watch?v=Z3mYcOdLonQ

FacebookTwitter