Oleh Sisilia Nurmala Dewi, Indonesia Team Leader, 350.org
“Selamat datang, selamat datang di Masjid Istiqlal. Penuh damai, Penuh kasih, penuh kasih sayang, ” kata-kata ini didaraskan dalam lantunan marawis menyambut Paus Fransiskus di Mesjid Istiqlal. Paus tampak sumringah di atas kursi rodanya ketika menuju Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan Gereja Katedral Maria diangkat ke Surga, dan Mesjid Istiqlal, dua tempat ibadah yang penting bagi agama katolik dan Islam. Hari itu tanggal 5 September 2024, hari ketiga Paus Fransiskus melakukan kunjungan Apostoliknya di Indonesia.

Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat. Foto diambil dari istiqlal.or.id
Kunjungan yang dihadiri oleh pemuka agama dari berbagai pemimpin agama di Indonesia tersebut turut menghasilkan Deklarasi Istiqlal yang di antaranya mendorong upaya dialog antaragama untuk melawan dehumanisasi dan degradasi lingkungan.
Satu hal yang menarik adalah pelaksanaan pertemuan di Terowongan Silaturahmi itu menghubungkan dua tempat ibadah terbesar di Indonesia yang saling berdampingan dan ditenagalistriki sepenuhnya oleh panel surya.

Solar Panel di di Gereja Katedral Jakarta dan di Masjid Istiqlal
Paus Fransiskus memang dikenal sebagai pemimpin agama yang sangat peduli terhadap isu lingkungan dan krisis iklim. Dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam ensiklik Laudato Si’ dan seruan Laudate Deum, Paus Fransiskus menekankan pentingnya peralihan menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Ia melihat transisi energi bukan hanya sebagai kebutuhan lingkungan, tetapi juga sebagai kewajiban moral dan spiritual untuk melindungi ciptaan Tuhan dan menjamin masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Namun demikian, ia tidak memandang isu krisis iklim sekedar urusan perhitungan emisi karbon semata. Beliau menekankan bahwa krisis iklim ada gejala dari ketidakadilan sosial yang meruntuhkan martabat manusia. Karenanya pemecahan masalah ini tidak bisa dengan pendekatan teknokratis semata yang hanya bisa dimenangkan oleh penguasa ekonomi dan teknologi, melainkan dengan perubahan cara pandang bahwa manusia adalah bagian dari alam dan ciptaan Tuhan. Mengeksploitasi alam sama dengan melukai aspek kehidupan manusia itu sendiri.
Dari perspektif keadilan sosial dan iklim yang ditekankan oleh Paus Fransiskus, transisi ke energi terbarukan perlu dilakukan secara berkeadilan. Energi terbarukan yang dikelola dan diprakarsai oleh masyarakat memiliki potensi besar untuk mengatasi ketidaksetaraan energi di Indonesia. Proses ini dapat secara signifikan mengurangi kesenjangan akses listrik antara daerah perkotaan dan pedesaan, terutama di wilayah-wilayah terpencil. Dengan mengembangkan infrastruktur energi terbarukan seperti panel surya, turbin angin skala kecil, atau mikrohidro di daerah-daerah yang sulit dijangkau jaringan listrik nasional, Indonesia dapat memperluas akses energi bersih dan terjangkau ke komunitas-komunitas yang selama ini terabaikan.
Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat melalui penerangan, pendidikan, dan peluang ekonomi yang lebih baik, tetapi juga sejalan dengan visi Paus tentang pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkeadilan. Riset 350.org Indonesia dengan CELIOS menemukan bahwa energi terbarukan berbasis masyarakat dapat menurunkan angka kemiskinan hingga lebih dari 16 juta orang. Lapangan kerja yang tercipta dapat menyerap 96 juta tenaga kerja di Indonesia.

Energi Terbarukan Berbais Masyarakat di Desa Ban, Karangasem, Bali
Kunjungan Paus merupakan momentum penting untuk mendorong pemerintah Indonesia dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang lebih serius dan konkret dalam mengembangkan dan mengadopsi energi terbarukan. Kehadiran beliau dapat menjadi katalis perubahan, menginspirasi para pemimpin dan warga negara untuk memprioritaskan investasi dalam teknologi energi bersih, mempercepat implementasi kebijakan yang mendukung transisi energi, serta meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan demi masa depan planet kita.
Sebagai penganut katolik, kedatangan Paus sungguh memberi energi baru bagi saya untuk menjawab panggilan moral dalam memperjuangkan keadilan iklim. Namun melihat besarnya antusiasme di Indonesia akan kedatangan Paus, saya ragu inspirasi ini hanya untuk saya dan para penganut katolik sejumlah 8 juta orang di Indonesia saja. Semoga Tuhan memberikan berkat untuk kita semua.